HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA II
ALASAN MENGAJUKAN GUGATAN
Pasal 52 ayat 2 UUPTUN menyebutkan ada tiga alasan menggugat suatu
KTUN ke pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu:
·
KTUN
yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
· Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah
menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang
tersebut.
· Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan setelah
mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu
seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan
tersebut.
Menurut Philipus M. Hadjon. Berdasarkan Pasal 53 ayat 2, pengujian
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang digugat adalah :
· KTUN
yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Undang-undang ini mengetengahkan tiga hal pengertian “bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, yakni apabila keputusan itu:
- Bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat procedural atau formal.
- Bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang bersifat materiil atau substansial.
- Dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang. Tidak
berwenangnya itu kalaui kita kaitkan dengan lingkup kompetensi suatu jabatan
kemungkinan ada tiga macam bentuk “tidak berwenang” yaitu: menyangkut
kompetensi absolute, dan kompetensi relatief, yaitu tidak berwenang dari segi
waktu.
Suatu KTUN yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang bersifat procedural atau formal merupakan
KTUN yang cacad mengenai bentuknya dan biasanya menyangkut mengenai persiapan,
terjadinya susunan atau pengumuman keputusan yang bersangkutan. Adapun
keputusan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersifat materiil atau substansial adalah keputusan
yang cacad mengenai isinya.
· Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan yang mana telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan
lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut .
Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan, setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan
keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil
keputusan tersebut. Jadi dasar pembatalan ini sering disebut larangan
berbuat sewenang-wenang. Sewenang-wenang merupakan suatu konsep yang sulit
diukur.
TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN GUGATAN
Tenggang waktu
untuk mengajukan gugatan dalam pasal 55 UU PTUN disebutkan :
“gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari
terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat
Tata Usaha Negara.
Tenggang waktu
untuk mengajukan gugatan 90 hari tersebut dihitung secara bervariasi :
·
Sejak
hari diterimanya KTUN, yang digugat itu memuat nama penggugat
· Setelah
lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
memberikan kesempatan kepada administrasi Negara untuk memberikan keputusan,
namun ia tidak berbuat apa-apa.
·
Setelah
lewat empat bulan, apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan
kesempatan kepada administrasi Negara untuk memberikan keputusan dan ternyata
ia tidak berbuat apa-apa.
·
Sejak
hari pengumuman apabila KTUN itu harus diumumkan.
Dengan
demikian, tenggang waktu mengajukan gugatan untuk semua macam keputusan adalah
90 hari, yang berbeda adalah saat mulai dihitungnya waktu 90 hari tersebut.
Di
dalam penggunaan upaya hukum yang tersedia atas penetapan hakim dalam rapat
permusyawaratan atau pemeriksaan persiapan, penggugat harus betul-betul
memperhitungkan jangka waktu 90 hari, karena bisa saja terjadi begitu tidak
tersedia lagi upaya hukum yang dapat ditempuh, kecuali mengajukan gugatan baru,
ternyata jangka waktu mengajukan gugatan habis, sehingga penggugat tidak dapat
mengajukan gugatan baru. Dengan demikian penggugat menjadi gagal untuk dapat
memperjuangkan haknya secara maksimal.
Perlunya
tenggang waktu ini diperhatikan berkaitan dengan diterima atau ditolaknya
gugatan. Terhadap KTUN biasa atau positif, apabila melampaui tenggang waktu 90
hari berakibat gugatan menjadi kedaluarsa. Terhadap KTUN negative atau fiktif,
apabila belum ada tenggang waktu mengajukan gugatan menjadi premature.
SYARAT-SYARAT GUGATAN
Persyaratan
gugatan pada dasarnya bersifat formal, namun apabila tidak dipenuhi dapat
berakibat gugatan menjadi ditolak atau tidak di terima. Syarat-syarat gugatan
adalah :
1.
Gugatan
harus memuat:
a.
Nama,
kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat atau kuasa hukumnya.
b.
Nama
jabatan, dan tempat kedudukan tergugat.
c.
Dasar
gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan.
2.
Apabila
gugatan dibuat dan ditanda tangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan
harus disertai surat kuasa yang sah.
3.
Gugatan
sedapat mungkin juga disertai KTUN yang disengketakan oleh penggugat.
Pada
pasal 56 ayat 1 huruf A dan B, lebih menekankan kepada identitas para pihak
(penggugat dan tergugat). Jadi, penggugat disamping menyebutkan secara lengkap
identitasnya juga identitas tergugat. Adapun pasal 56 ayat 1 huruf C, memuat
hal yang disebut dengan posita (dasar gugatan) dan petitum (hal-hal yang
dituntut oleh penggugat untuk diputuskan oleh hakim). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa syarat-syarat gugatan adalah harus memuat; identitas para
pihak, posita, dan petitum.
Tidak
semua orang dapat bertindak sendiri untuk membela hak-haknya. Adakalanya untuk
pembelaan haknya itu ia harus meminta pertolongan orang lain yang ahlinya, yang
dikenal dengan kuasa hukum.
Untuk
dapat bertindak sebagai wakil atau kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a.
Mempunyai
surat kuasa khusus
b.
Ditunjuk
secara lisan di persidangan oleh para pihak
c.
Surat
kuasa yang dibuat di luar negeri bentuknya harus memenuhi persyaratan di Negara
yang bersangkutan dan diketahui oleh perwakilan RI di Negara tersebut,
Dalam pasal 58 UU
PTUN disebutkan bahwa apabila dipandang perlu hakim dapat memerintahkan para
pihak untuk datang menghadap sendiri, tidak dapat diwakilkan kepada siapa pun
termasuk kuasa hukumnya.
TUNTUTAN DALAM GUGATAN
Tuntutan dalam
gugatan (petitum) yang dapat diajukan oleh penggugat ke PTUN adalah sebagai
berikut :
1.
Tuntutan
agar KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN itu dinyatakan batal
atau tidak sah
2.
Tuntutan
agar badan atau pejabat TUN yang digugat untuk mengeluarkan KTUN yang
dimohonkan penggugat; dengan atau tanpa
3.
Tuntutan
ganti kerugian; dan atau
4.
Tuntutan
dalam rehabilitasi dengan atau tanpa kompensasi.
Jenis-jenis tuntutan dalam gugatan
yang diajukan oleh penggugat tersebut harus memperhatikan penjelasan pasal 53
ayat 1 UU PTUN yang menyebutkan bahwa yang dapat dituntut di muka PTUN terbatas
pada satu macam tuntutan pokok, yakni; angka 1 atau angka 2. Sedangkan angka 3
( bukan sengketa kepegawaian) atau angka 4 (sengketa kepegawaian) merupakan
tuntutan tambahan.
PERMOHONAN
BERACARA DENGAN CUMA-CUMA
Pada dasarnya setiap mengajukan
gugatan di pengadilan, penggugat harus terlebih dahulu membayar uang muka biaya
perkara, tetapi dalam hal tertentu penggugat dapat mengajukan permohonan
beracara dengan Cuma-Cuma, dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur dalam
pasal 60 dan 62 UU PTUN yang menyebutkan sebagai berikut:
1.
Penggugat
dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan untuk bersengketa dengan
Cuma-Cuma.
2.
Permohonan
diajukan pada waktu penggugat mengajukan gugatannya disertai surat keterangan
tidak mampu dari kepala desa atau lurah di tempat kediaman pemohon.
3.
Dalam
keterangan tersebut harus dinyatakan bahwa pemohon itu betul-betul tidak mampu
membayar biaya perkara.
Dalam hal
permohonan bersengketa dengan Cuma-Cuma dikabulkan, pengadilan mengeluarkan
penetapan yang salinannya diberikan kepada pemohon dan biaya perkara di tanggug
oleh Negara. Dan apabila permohonan dikabulkan, maka beracara dengan Cuma-Cuma
itu juga termasuk di tingkat banding dan kasasi. Penetapan Cuma-Cuma itu dalam
hukum acata PTUN tidak tersedia sarana hukum banding maupun kasasi. Dengan
demikian, apabila permohonan itu di tolak, maka penggugat mau tidak mau harus
beracara dengan dikenakan biaya.
PEMERIKSAAN DENGAN ACARA SINGKAT
Pemeriksan
dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi perlawanan
(verzet) atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat
permusyawaratan. Dalam rapat permusyawaratan, ketua pengadilan berwenang
memutuskan dalam suatu penetapan yang dilengkapi berapa
pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan diterima
atau tidak berdasarkan, beberapa hal yaitu :
- Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak
termasuk dalam wewenang pengadilan;
- Syarat-syarat gugatan tidak terpenuhi oleh
penggugat sekalipun ia telah di beritahu dan diperingatkan;
- Gugatan tersebut tidak didasarkan pada
alasan yang layak;
- Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya
telah terpenuhi oleh KTUN yang digugat;
- Gugatan diajukan sebelum waktunya atau
telah melewati batas waktu
Pemeriksaan Administratif (Prosedur Dismissal)
Hal tersebut
diatas disebutkan dalam pasal 62 UU PTUN, Dalam periksaan singkat, jangka waktu
perlawanan yaitu empat belas hari dalam melakukan perlawanan terhitung sejak
penetapan dismissal itu di ucapkan. Pemeriksaan dengan acara singkat pun selain
dapat mengatasi berbagai rintangan yang dapat menjadi penghalang dalam
penyelesaian sengketa secara cepat, juga dapat mengatasi masuknya
perkara-perkara yang sebenarnya tidak memenuhi syarat, dengan begitu
pemeriksaan singkat pun tidak perlu memakan banyak waktu dan biaya.
PEMERIKSAAN PERSIAPAN
Pemeriksaan persiapan terhadap gugatan diajukan oleh penggugat.
Dalam Pasal 63 UU PTUN disebutkan sebagai berikut :
1.
Sebelum
pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib mengadakan pemeriksaan
persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
2.
Dalam
pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hakim :
a.
Wajib
memeberikan nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan
melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari.
b.
Dapat
meminta penjelasan kepada badan atau pejabat TUN yang bersangkutan.
3.
Apabila
dalama jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka hakim
menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
4.
Terhadap
putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak dapat digunakan upaya hukum,
tetapi dapat diajukan gugatan baru.
Dalam hal ini disebutkan bahwa ketentuan ini merupakan kekhususan
dalam proses pemeriksaan sengketa TUN. Kepada hakim diberi kemungkinan untuk
mengadakan pemerikasaan persiapan sebelum memeriksa pokok sengketa. Dalam
kesempatan ini hakim dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat TUN
yang bersangkutan demi lengkapnya data yang di perlukan untuk gugatan itu.
Wewenang hakim ini untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang sebagai
penggugat dalam mendapatkan informasi atau data yang diperlukan dari badan atau
pejabat TUN mengigat bahwa peggugat dan badan atau pejabat TUN kedudukannya
tidak sama.
Karena tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf a itu
tidak bersifat memaksa, maka hakim tentu akan berlaku bijaksana dengan tidak
begitu saja menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima kalau
penggugat baru sekali diberi kesempatan untuk memperbaiki gugatannya.
PELAKSANAAN PERMOHONAN PENANGGUHAN PELAKSANAAN
KTUN.
Pelaksanaan permohonan penangguhan pelaksanaan
KTUN diatur dalam pasal 67 UU PTUN. Pelaksanaan permohonan penangguhan
pelaksanaan KTUN akan dikabulkan apabila:
·
Keadaan yang sangat mendesak, misal kerugian yang akan di
tanggung penggugat tidak seimbang dengan manfaat bagi kepentingan yang akan
dilindungi oleh pelaksanaan KTUN.
·
Pelaksanaan KTUN yang digugat tidak ada sangkut pautnya
dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
PEMERIKSAAN DENGAN ACARA CEPAT
Pada dasarnya pemeriksaan cepat dilakukan karena adanya kepentingan penggugat yang sangat mendesak menyangkut KTUN dan dengan kepentingan yang mendesak itu
penggugat dapat memohonkan agar sengketa diselesaikan dengan cepat. Proses
pemeriksaan dalam Acara Pemeriksaan cepat terdiri dari: Pengajuan Gugatan,
Penelitian Administratif, Rapat Permusyawaratan, Pemeriksaan Pokok Sengketa dan
Penjatuhan Putusan. Pemeriksaan dengan acara
cepat pun hanyadilakukan dengan hakim tunggal. Perlu diperhatikan pula bahwa dalam pemeriksaan perkara dengan acara cepat tidak ada pemeriksaan
persiapan dan
setelah ditunjuk Hakim tunggal, langsung para pihak
dipanggil untuk persidangan selain itu yang perlu diperhatikan juga
yaitu pihak ketiga tidak dapat
masuk dalam proses persidangan dan resiko tentang
fakta tidak sekuat dan meyakinkan seperti dalam acara biasa.Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak
masing-masing tidak melebihi empat belas hari.
Pengaturan
mengenai pemeriksaan dengan acara cepat disebutkan dalam UU PTUN Pasal 98 dan
99. Dari ketentuan pasal 98
dapat diketahui bahwa agar dapat dilakukan pemeriksaan dengan acara cepat,
dapat diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
· Dalam surat gugat harus sudah dimuat atau disebutkan alasan-alasan yang
menjadi dasar dari Penggugat untuk mengajukan permohonan agar pemeriksaan
sengketa TUN dipercepat.
· Dari alasan-alasan yang dikemukakan oleh penggugat tersebut, dapat ditarik
kesimpulan adanya kepentingan dari penggugat yang cukup mendesak bahwa
pemeriksaan terhadap sengketa TUN tersebut memang perlu dipercepat.
·
Terhadap kesimpulan tersebut dibuatkan keputusan oleh Ketua Pengadilan
dalam bentuk penetapan
·
Terhadap keputusan tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum.
Kepentingan yang bersifat mendesak ini bersifat kasuistis, sehingga kepada
Ketua Pengadilan diberikan kebebasan untuk membuat penilaian terhadap
alasan-alasan yang diajukan oleh penggugat dalam permohonannya agar sengketa
TUN dapat dipercepat pemeriksaannya.
Dalam Pemeriksaan Pokok Sengketa perlu diperhatikan hal-hal sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 99 UU Nomor 5 Tahun 1986, yang menyatakan bahwa:
·
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan Hakim Tunggal.
·
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1)
dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah
dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)
menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan
persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63.
·
Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak,
masing-masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.
PEMERIKSAAN DENGAN ACARA BIASA
Pemeriksaan
dengan acara biasa diatur dalam pasal 97 UUPTUN. Dari pasal itu dikemukakan
Pemeriksaan dengan Acara Biasa adalah bahwa dengan Pemeriksaan dengan Acara
Biasa dilakukan dengan majelis hakim ( 3 hakim). Hakim ketua sidang membuka
sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali menyangkut ketertiban umum atau
keselamatan negara, persidangan dinyatakan dengan tertutup untuk umum.
ALAT-ALAT
BUKTI
Dalam
pasal 100 sampai dengan 106 UU PTUN alat-alat bukti yang yang dapat diajukan
dalam acara hukum PTUN adalah:
1.
Surat atau tulisan Surat sebagai alat bukti ada 3:
·
Akta aotentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan
seorang pejabat umum yang menurut perturan perundang-undangan yang berwenang
membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan alat bukti tentang peristiwa
hukum yang tercantum didalamnya.
·
Akta dibawah tangan yaitu surat yang di buat dan di
tandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk digunakan
sebagi alat bukti.
·
Surat-surat lain yang bukan akta.
2.
Keterangan ahli
Pendapat orang yang diberikan sumpah dalam
persidangan dalam tentang hal yang ia ketahui menurut pengetahuan dan
pengalamnanya. Pasal 88 UU PTUN menjelaskan tidsak boleh mendengarkan
keterangan ahli. Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau
karena jabatannya hakim ketua sidang dapat menunjuk seorang atau beberapa ahli.
3.
Keterngan saksi
Dalam pasal 88 UU PTUN disebutkan yang tidak boleh
didengar sebagai saksi adalah:
·
Keluarga sedarah
·
Istri atau suami salah seorang pihak meski sudah bercerai
·
Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
·
Orang sakit ingatan Dalam pasal 89 UU PTUN yang berhak mengundurkan diri
sebagai ahli adalah:
a.
Saudara laki-laki atau perempuan, ipar laki-laki dan
perempuan salah satu pihak
b.
Setiap orang yang karena martabat pekerjaan atau jabatannya
diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan martabat,
pekerjaan atau jabatanhnya itu.
4.
Pengakuan para pihak
Pengakuan
dari para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan alasan yang kuatdan
dapat diterima oleh hakim. Pengakuan adalah meruapakan pernyataan sepihak
sehingga tidak memerlukan persetujuan dari para pihak lain terutama dari pihak
lawannya. Pengakuan secara lisan harus dilakukan dalam persidangan dan tidak
boleh diluar persidangan. Pengakuan secara tertulis boleh dilakukan diluar
persidangan dan dihadapan hakim.
5.
Pengetahuan hakim
Menurut
Wirjono Prodjodikoro yang dimaksud pengetahuan hakim dalah hal yang dialami
oleh hakim sendiri selam pemeriksaan perkara dalam sidang. Missal kalau salah
satu pihak memajukan sebagai bukti suatu gambar atau suatu tongkat, atau hakim
melihat keadaan suatu rumah yang menjadi soal perselisihan d itempat.
BEBAN PEMBUKTIAN
Beban
Pembuktian dalam pasal 107 UU PTUN bahwa hakim menentukan apa yang harus di
buktikan, beban pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.
Hakim PTUN dapat menentukaan sendiri :
·
Apa
yang harus dibuktikan
·
Siapa
yang harus di bebani pembuktian, hal apa yang harus dibuktikan oleh pihak yang
berperkara dan hal apa saja yang harus dibuktikan oleh hakim sendiri
·
Alat
bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian
·
Kekuatan
pembuktian bukti yang diajukan.
Berdasarkan ketentuan pasal 107 tersebut di atas, maka hukum acara
PTUN menganut ajaran pembuktian bebas. Namun terdapat batas-batas tertentu
terhadap kebebasan dalam hukum acara TUN itu. Pada ajaran pembuktian bebas
murni tidak dapat ketentuan tertulis yang mengikat bagi hakim atau pengadilan
untuk menentukan berapa banyaknya pembuktian yang dibutuhkan, pembebanan
pembuktian, pemilihan alat buktu maupun penilaiannya.
PENGERTIAN PUTUSAN
Pada
dasarnya penggugat mengajukan suatu gugatan ke pemngadilan adalah bertujuan
agar pengadilan melalui hakim dapat menyelesaikan perkaranya dengan mengambil
suatu putusan. Putusan yang di ucapkan di persidangan (uitspraak) tidak boleh
berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Dalam literature Belanda dikenal vonnis
dan gewijsde. Vonnis adalah putusan yang mempunyai kekuhukum yang yang pasti,
sehingga masih tersedia upaya hukum biasa. Gewijsde adalah putusan yang asudah
mempunyai kekuatan hukum yang pasti sehingga hanya tersedia upaya hukum Khusus.
Dalam
kaitannya hukum acara PTUN, putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
adalah:
·
Putusan pengadilan tingkat pertama (PTUN) yang sudah tidak
dapat dimintakan upaya banding.
·
Putusan pengadilan Tinggi (PTUN) yang tidak dimintakan
kasasi.
·
Putusan mahkamah agung dalam tingkat kasasi.
PUTUSAN PTUN
Putusan
Pengadilan diatur dalam pasal 97 UU PTUN. Ketentuamn pasal tersebut memuat
prosedur pengambilan putusan yang harus diambil dengan musyawarah di antara
majelis hakim, putusan yang diambil dengan suara terbanyak baru dapat dikatakan
apabila musyawarah untuk mencapai kesepakatan bulat mengalami jalan buntu,
apabila keputusan suara terbanyak itu juga mengalami kemacetan, maka barulah
putusan dapat diambil oleh ketua majelis.
Putusan pengadilan berupa :
·
Gugatan ditolak
·
Gugatan dikabulkan
·
Gugatan tidak diterima
·
Gugatan gugur
ISI PUTUSAN
Isi putusan dari pasal 97 ayat 7 maka dapat diketahui bahwa
isi putusan pengadilan TUn dapat berupa:
·
Gugatan Ditolak
Apabila isi
putusan pengadilan TUN adalah berupa penolakan terhadap gugatan pengguagat
berarti memperkuat KTUN yang akan dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang
bersangkutan. Pada umumnya suatu gugatan ditolak oleh majelis hakim, karena
alat bukti yang di ajukan pienggugat tidak dapat mendukung gugatannya, atau
alat-alat bukti yang diajukan pihak tergugat lebih kuat.
·
Gugatan Dikabulkan
Gugatan dikabulkan
adakalnya pengabulan seluruhnya atau menolak sebagian lainnya. Isi pengadilan
yang mengabulkan gugatan pihak penggugat itu, berarti tidak membenarkan KTUN
yang dikeluarkan oleh pihak tergugat atau tidak membenarkan sikap tidak berbuat
apa-apa yang dilakukan oleh tergugat, padahal itu sudah merupakan kewajibannya.
Dalam hal gugatan dikabulkan maka dalam putusan
tersebut ditetapkan kewajibyang harus dilakukan oleh tergugat yang dapat
berupa:
a.
Pencabutan KTUN yang bersangkutan
b.
Pencaburtan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN yang
baru
c.
Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3.
Dan
dalam putusan pengadilan dapat menetapkan kewajiban pihak tergugat untuk
membayar ganti rugi, kompensasi dan rehabilitasi untuk sengketa kepegawaian.
·
Gugatan Tidak Di terima
Putusan
pengadilan yang berisi tidak menerima gugatan pihak penggugat, berarti gugatan
itu tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut
sebagaimana yang dimaksud dalam prosedur dismissal dan atau pemeriksaan
persiapan.
·
Gugatan Gugur
Putusan pengadilan
yang menytakan gugatan gugur dalam hal para piatau kuasanya tidak hadir dalam
persidangan yang telah ditentukan dan mereka telah dipanggil secara patut atau
perbaikan gugatan yang diajukan oleh pihak pengguagat telah melampaui tenggang
waktu yang ditentukan.
SUSUNAN ISI PUTUSAN
Dalam pasal 109 UU PTUN disebutkan Susunan isi
putusan yaitu:
·
Kepala Putusan
Setiap putusan pengadialan haruslah mempunyai
kepala putusan bagian atas putusan yang berbunyi “ demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Apabila tidak ada kalimat itu maka hakim tidak dapat
melaksanakan putusan tersebut.
·
Identitas para pihak
Suatu perkara atau gugatan harus ada
suekurang-kurangnya dua pihak yaitu penggugat dan tergugat, lalu dimuat dimuat
identitas diri.
·
Pertimbangan
Dalam hukum perdata suatau putusan pengadilan
harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang lazim, karena sebagai
pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa ia mengambil putusan yang demikian
itu sehingga dapat bernilai obyektif.
·
Amar
Mereupakan jawaban atas petitum dari gugatan
sehinngga amar juga merupakan tanggapan atas petitum itu sendiri. Hakim wajib
mengadili semua bagian dari tuntutan yang diajukan pihak pengguagat dan
dilarang menjatuihkan purtusan atas perkara yang tidak dituntut atau
mengabulkan lebih dari yang dituntut.
BIAYA PERKARA
Seluruh biaya ditanggung oleh pihak yang
dikalahkan kecuali menggunakan perkara biaya Cuma-Cuma dan mendapat
persetujuan.
Biaya perkara mencakup:
a.
Biaya kepaniteraan dan biaya materai.
b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa, dengan catatan bahwa meminta
pemeriksaan persetujuan lebih dari 5 orang saksi harus membayar biaya untuk
saksiyang lebih itu, meskipun pihak tersebut di menangkan.
c. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan
biaya lain yang diperlukan bagi pemutusan sengketa atas perintah hakim ketua
sidang.
PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI)
Dalam pasal 115 UU PTUN bahwa hanya putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan., jadi putusan
pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan
eksekusi atau dengan kata lain putusan pengadilan yang masih mempunyai upaya
hukum tidak dapat dimintakan eksekusi.
PERLAWANAN
Perlawanan (verzet) merupakan upaya hukum terhadap
penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan
(prosedur dismissal). Perlawanan diajukan oleh penggugat terhadap penetapan
dismissal tersebut pada dasarnya membantah alasan-alasan yang digunakan oleh
ketua pengadilan.
Perlawanan diperiksa dan diputuskan oleh
pengadilan dengan acara singkat. Dalam hala perlawanan dibenarkan oleh
pengadilan maka penetapan ketua pengadilan tersebut diatas menjadi gugur demi
hukum dan poko gugatanakan diperiksa, diputus, dan diselesaikan menurut acara
biasa dan juga sebaliknya.
BANDING
Dalam pasal 122 UU PTUN bahwahadap putusan PTUN
dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat dan tergugat kepada PTTUN.
Kedua belah pihak mempunyai hak untuk mengajukan banding.Permohonan pemeriksaan
banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus
dikuasakan untuk PTUN yang menjatuhkan putusan dalam tenggang waktu 14 hari
setelah putusan yang sah.
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam tingkat bandingpun
hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari pada yang dituntut atau memutuskan
hal-hal yang tidak dituntut. Berarti hakim dalam tingkat banding harus
membiarkan putusan dalam tingkat peradilan pertama sepanjang tidak dibantah
dalam tingkat banding (tantum devolutum quantum apellatum).
Putusan yang tidak dapat dimintakan upaya hukum
banding adalah yaitu :
a.
Penetapan ketua pengadilan TUN mengenai permohonan berperkara
secara Cuma-Cuma
b.
Penetapan dismissal dari ketua pengadilan TUN,
upaya hukum dengan cara perlawanan.
c.
Putusan PTUN terhadap Perlawanan yang diajukan penggugat atas
penetapan dismissal pada pasal 62 ayat 6 UU PTUN tidak dapat diajukan banding
d.
Putusan pengadilan mengenai gugatan perlawanan pihak ketiga
sebelum pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan tetap (pasal 118 ayat 2 dan
62 dan 63 UU PTUN).
e.
Putusan PTUN sebagai pengadilan tingkat pertama yang sudah
tidak dapat dilawan atau dimnintakan pemeriksaan banding lagi.
KASASI
Kasasi diatur dalam pasal 131 UU PTUN. Pemeriksaan
kasasi untuk perkara yang diputuskan oleh pengadilan di lingkungan peradilan
agama atau di lingkungan PTUN. Tenggang waktu mengajukan kasasi 14 hari setelah
putusan yang dimaksud diberitahu kepada pemohon. (UU nomor 14 tahun 1985
tentang Mahkamah Agung dalam pasal 46 ayat 1).
Permohonan upaya hukum kasasi dapat diajukan dalam
hal:
a.
Upaya hukum kasasi belum pernah diajukan.
b.
Permohonan kasasi dapat dilakukan apabila telah melakukan
upaya hukum banding.
c.
Pihak yang dapat melakukan upaya hukum kasasi adalah pihak
yang berperkara, pihak ketiga tidak dapat mengajukan kasasi.
d.
Demi kepentingan hukum jaksa agung karena jabatannya dalam
perkara yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama atau
pengadilan tingkat banding dapat mengajukan permohonan kasasi.
Mahkamah Agung membatalakan putusan atau penetapan
pengadilan karena :
a.
Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b.
Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
c.
Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkuta.
Alasan diatas karena diketahui bahwa didalam
tingkat kasasi tidak diperiksa tentang duduknya perkara atau faktanya tetapi
tentang hukumnya sehingga terbukti tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa.
PENINJAUAN KEMBALI
Pasal
132 UU PTUN tentang peninjauan kembali. Alasan-alasan mengajukan permohonan
peninjauan kembali pada pasal 67 UUMA. Tenggang waktu mengajukan peninjauan
kembali adalah 180 hari setelah keputusan pengadilan (pasal 69 UUMA).
Berdasarkan
pasal 68 UUMA dapat diketahui bahwa yang dapat mengajukan permohonan peninjauan
kembali adalah para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang
wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Selama peninjauan kembali
berlangsung pemohon meninggal dunia, permohonan itu dapat dilanjutkan oleh ahli
warisnya.